Minggu, 01 Januari 2012

tulisan 3

Kasus penderitaan

 Bilqis

Bilqis Anindya Passa. Ketika muncul di TV, Bilqis terlihat memang tidak sehat, tubuhnya berwarna kehitam-hitaman mata kekuningan, sebuah ciri yang memang tidak biasa untuk anak bayi yang berusia 17 bulan. Apa yang membaut Bilqis seperti itu. Bilqis yang lahir pada tanggal 20 Agustus 2008 tersebut menderita penyakit Atresia Bilier. Menurut berita, Bilqis menderita penyakit tersebut setelah 2 minggu semenjak kelahirannya.

Atresia Bilier adalah penyakit dimana tidak terbentuknya saluran empedu atau tidak berkembang secara normal. Karena kelainan fungsi hati, tubuhnya ringkih dan perutnya membuncit. Kulitnya menghitam dan matanya kekuningan. Menurut keterngan ibunya, sakit Bilqis baru ketahuan 2 minggu setelah dilahirkan. Umur 50 hari Bilqis dioperasi (operasi kasai) untuk mengangkat saluran empedu kemudian disambung ke usus 12 jari. Ternyata setelah di operasi, dicek hatinya sudah hitam dan rusak. Bilqis hanya bisa makan makanan dalam bentuk cair karena ususnya tidak bisa bekerja normal seperti usus bayi sehat pada umumnya. Makanannya antara lain sayuran yang telah dikukus kemudian diblender dan di saring kembali. Asi dan susu botol tetap menjadi asupan utama untuk memperkuat fisiknya.

Untuk menyembuhkannya, Dokter menganjurkan untuk di Operasi secepatnya. Biaya untuk operasinya ditaksir 1 Milyar Rupiah. Operasi tersebut pun harus dilakukan diluar negeri karena di dalam negeri belum bisa terlaksana. Pada saat usianya 50 hari, Bilqis pun telah di operasi. Operasi pengangkatan saluran empedu yang kemudian disambungkan ke usus 12 jari.
Mengingat biaya operasi yang sangat besar, orang tua Bilqis, Donny Ardianta Passa dan Dewi Farida sempat putus harapan. Bagaimana tidak, operasi tranplantasi yang akan dilakukan diluar negeri tersebut membutuhkan biaya yang jauh dari jangkauan mereka. Untuk pengobatan Bilqis sampai hari ini saja tidak sedikit.Kemudian, terinspirasi dengan Kasus Prita Mulyasari, mereka pun menggalang dana melalui situs jejaring sosial.

KASUS KEADILAN

SUSNO DUAJI

Fenomena Susno Duadji yang mengungkap kebobrokan institusinya sendiri amat menarik untuk dikaji. Jika apa yang mereka katakan benar, ini saat yang amat tepat bagi Polri untuk membersihkan institusinya agar hukum dapat benar-benar ditegakkan. Dengan kata lain, pepatah yang mengatakan bahwa “jangan gunakan sapu yang kotor untuk membersihkan ruangan” merupakan suatu keniscayaan. Namun, jika apa yang dikatakan oleh Susno merupakan isapan jempol yang tidak mengandung kebenaran, maka ini juga saatnya yang tepat bagi Polri untuk menegakkan disiplin di jajarannya agar fitnah memfitnah dapat dihentikan.

Cara penyelesaian kasus melalui cara-cara penegakan hukum secara internal Polri tanpa melalui proses hukum yang dibuka seluasluasnya kepada publik akan menimbulkan dugaan bahwa yang dikatakan Susno benar. Susno juga tentunya tidak akan memiliki kesempatan untuk membuka seluas-luasnya apa yang dia ketahui karena penyelesaian dengan cara-cara internal sama dengan upaya untuk menutupi kasus yang sebenarnya terjadi. Tidak ada cara lain bagi institusi Polri selain mengajukan Susno dan orang-orang yang dituduhnya ke pengadilan, agar keadilan bagi para individu pelaku itu benar-benar dirasakan. Mengapa Susno dan Williardi Wizar “bernyanyi” yang tidak seirama dengan institusinya? Pertanyaan ini menarik untuk mendapatkan jawaban.

Apakah mereka berdua merasa tidak mendapatkan keadilan di dalam institusinya sendiri? Apakah mereka merasa “dikorbankan” dalam berbagai kasus hukum yang mereka alami? Mengapa pula Susno tidak mendapatkan dukungan dari institusinya sendiri ketika dia mengecilkan KPK sebagai “Cicak” yang berani melawan “Buaya”? Jika dikaji dari sisi disiplin institusi, yang dilakukan Susno Duadji dapat dikatakan tindakan indisipliner. Susno berbuat di luar kelaziman karena tidak melaporkan kasus-kasus yang dia ketahui kepada Kapolri agar diusut secara hukum.

Dia juga dapat dituduh melakukan bukan saja pencemaran terhadap institusinya sendiri, melainkan melanggar rahasia jabatan atau bahkan rahasia institusi, suatu yang hampir-hampir jarang terjadi di dalam institusi TNI. Di dalam TNI, berlaku rahasia TNI dan Negara yang harus dijaga serapat-rapatnya. Tidak heran jika perwira menengah atau tinggi TNI tidak mau membongkar rahasia TNI dan Negara walau yang bersangkutan sedang menghadapi proses hukum.

Apakah ini hanya merupakan ungkapan sakit hati karena tidak mendapatkan perhatian, dukungan atau pembelaan dari institusinya saat mereka menghadapi persoalan hukum, ataukah memang demikian buruknya disiplin di dalam diri anggota Polri. Mungkin pemeo yang berlaku di Polri adalah “Jika saya harus masuk penjara, saya akan bawa para komandan yang memerintahkan saya juga ikut ramai-ramai masuk penjara.” Di sini berlaku pembelaan diri menjadi sesuatu yang amat penting. Tiada cara lain untuk mendapatkan jawaban atas berbagai pertanyaan di atas kecuali melalui proses hukum yang adil.

Kita tidak dapat menuduh Susno sebagai “duri dalam daging” atau “pengkhianat institusi Polri” atau sebagai “problem maker.” Sebaliknya, kita juga tidak dapat mengatakan bahwa Susno adalah “pahlawan” yang membongkar aib di dalam institusi Polri. Kita berharap hukum positif dapat benar-benar diterapkan di negeri ini tanpa pandang bulu bahwa yang terkena kasus itu adalah aparat penegak hukum berpangkat perwira tinggi Polri. Kita harus memegang teguh asas praduga tak bersalah, baik terhadap Susno Duadji dan orang-orang yang dituduhnya sampai kasus-kasus tersebut diselesaikan melalui pengadilan yang terbuka dan adil.

Reformasi Polri bukanlah suatu yang manis untuk diucapkan, melainkan juga butuh keberanian besar untuk menerapkannya secara proporsional dan profesional. Semoga gonjang-ganjing politik internal di tubuh Polri cepat selesai dan Polri kembali mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.


REFERENSI
IRFANARIFPRASETYO.BLOGSPOT.COM
MIE"S.BLOGSPOT.COM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar